Saat saat lebaran gini, kata maaf menjadi kosa kata yang paling laris-manis digunakan. Namun pertanyaannya adalah apakah kata “maaf” itu benar-benar datang dari lubuk hati yang terdalam atau jangan-jangan hanya sebatas ucapan manis di bibir saja? Alias abang-abange lambe, sebagai syarat saja di momen hari Kemenangan.
Alangkah sayangnya jika di momen saling memaafkan saat hari Kemenangan Idul Fitri tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena sesungguhnya tindakan meminta maaf dan memberi maaf adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menolong diri sendiri.
Menolong diri sendiri?
Kok bisa?
“Maka maafkanlah dengan cara yang baik.” (QS Al-Hijr: 85)
Ya. Coba anda rasakan bagaimana perasaan anda saat anda memiliki rasa marah, dendam, rasa bersalah pada orang lain? Anda cenderung akan merasa tidak enak hati, terasa seperti ada beban yang mengganjal hati anda. Bayangkan jika beban itu kita beri beban 1 kilo untuk setiap rasa dendam, marah, rasa bersalah yang anda rasakan, maka dijamin anda akan tampak seperti seorang binaragawan yang membawa beban berkilo-kilo kemana pun anda pergi. Ya kalau hanya sekilo-dua kilo, bagaimana jika beban itu mencapai puluhan kilo? Wah, apakah tindakan itu tidak membuat anda lelah? Belum lagi jika beban itu sudah dibawa kemana-mana sejak bertahun tahun,…
Phew,…capek deeh! (^_^)
Menurut Chatherine Ponder di dalam bukunya The Dynamic Laws of Healing, rasa amarah, dendam, rasa sedih dan rasa bersalah yang ekstrem dan akumulatif dalam diri seseorang dapat menyebabkan seseorang terkena kanker. Untuk membantu kesembuhan seorang penderita kanker, Chaterine Ponder menyarankan meminta maaf dan memberikan maaf. Caranya dengan melakukan meditasi setiap hari sambil mengucapkan kata-kata afirmasi, “Bagi semua hal yang telah menyakiti perasaanku, aku maafkan. Apapun yang telah menyebabkan aku sedih, marah, dendam dan tidak bahagia, aku maafkan. Darimanapun asalnya, dari dalam diriku atau dari luar diriku, aku maafkan. Baik yang terjadi di masa lalu, masa kini dan di masa mendatang, aku maafkan.” Di buku yang berbeda yaitu The Power of Your Subconcious Mind oleh Joseph Murphy , mengungkapkan teknik pemaafan dengan cara afirmasi seperti ini :
Tenangkanlah batin anda, bersantai, kendurkan. Pikirkan mengenai Tuhan dan cintanya kepada Anda, lalu nyatakan, “Dengan sungguh-sungguh saya memaafkan sepenuhnya (sebut nama orang itu); secara mental dan spiritual saya lepaskan dia. Saya maafkan sepenuhnya semuanya yang bersangkutan dengan perkara termaksud. Saya bebas, dia bebas. Saya bebaskan semua orang yang pernah melukai dan merugikan saya dan mengharapkan mereka sehat, damai, bahagia, dan berkah. Saya lakukan ini dengan bebas, gembira, dan cinta kasih. Saya bebas dan anda bebas.” Baik Chaterine Ponder maupun Joseph Murphy sama-sama menyatakan bahwa sebenarnya efek menyembuhkan itu didapatkan bukan dari tindakan meminta maaf yang heroik, tapi datangnya justru dari rasa damai yang dirasakan saat beban perasaan negatif itu terlepas dari diri seseorang.
Kalau anda termasuk book lovers, coba sempatkan untuk mampir ke toko favorit anda karena sebenarnya apa yang diungkapkan oleh Chaterine Ponder di bukunya pada tahun 1990 juga dapat anda temui di buku-buku best seller seperti Quantum Ikhlas oleh Erbe Sentanu, The Sedona Method, buku best seller versi New York Times oleh Hale Dwoskin, Joe Vitale dalam The Zero Limit yang memperkenalkan metode Ho’oponopono dari Hawai dan beberapa buku terkenal lainnya. Secara garis besar semuanya mengungkapkan hal yang sama, yaitu meminta maaf dan memberikan maaf sebenarnya justru untuk menolong diri sendiri bukan untuk orang lain.
“Orang-orang yang menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. “(QS Ali Imran: 134)
“Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syura: 43)
Dengan meminta maaf dan memberikan maaf dengan ikhlas, anda memancing rasa hormat dari orang yang telah anda sakiti. Anda mengakui bahwa siapapun dia, dia pantas mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari anda. Pengakuan ini membuat anda terlihat rendah hati, mengangkat dirinya, dan mengembalikan kesetaraan antara anda dan dirinya. Permintaan dan pemberian maaf anda yang tulus, membantu menghubungkan ulang tali silahturahmi antara anda dengan dirinya. Dan anda telah bersih dari rasa-rasa yang negatif, anda tidak hanya melucuti rasa-rasa negatif yang dia miliki terhadap anda tapi sekaligus membuatnya bersikap lebih baik kepada anda, sadar atau tidak.
Dengan meminta dan memberikan maaf, anda sudah membersihkan kesadaran jiwa anda sendiri dan cenderung membiarkan diri anda kembali terikat kepadanya dalam sebuah silahturahmi yang indah.
Ah,…indahnya kata maaf jika dipahami dan dilakukan dengan sepenuh hati.
Satu hari jelang Idul Fitri 1430 H :
Saya mengasihimu, Saya menyesal, Saya minta maaf dan Saya berterima kasih
–Metode Ho’oponopono-
| Surabaya | for AstraWorld e-Bulletin | September, 19 2009 |
Discussion
No comments yet.