//
you're reading...
Enlightenment Corner

[enlightenment]:Sudahkah Kita Merdeka

Final Piala Dunia 2010 kali ini ditutup dengan duel maut 2 negara yang namanya turut mewarnai perjalan sejarah panjang kemerdekaan bangsa kita yaitu Belanda dan Spanyol.  Duel 2 negara eks penjajah Indonesia.

Bicara tentang penjajahan tentu saja menimbulkan pertanyaan menarik di dalam hati yaitu sebenarnya sudahkah kita merdeka? Setidaknya merdeka atas penjajahan terhadap diri kita sendiri? Kemerdekaan pikiran, tubuh dan jiwa kita dari segala macam bentuk belenggu? Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang apa itu penjajahan atas diri kita, mari kita kupas dulu arti kata merdeka.

Arti kata MERDEKA

Jika kemerdekaan dipahami secara leksikal, maka arti kemerdekaan tidak berbeda dengan kebebasan atau lepas dari ikatan dan kungkungan. Dalam Bahasa Inggris, kemerdekaan sepadan dengan kosakata independence, liberty, freedom atau right. Tiga buah kata, yaitu liberty, freedom dan right sering digunakan secara bergantian yang mengacu kepada kemampuan orang untuk berbuat tanpa pembatasan-pembatasan (the ability to act without restrictions). Freedom adalah term yang lebih umum mengenai kebebasan atau kemerdekaan. Liberty biasanya mengacu kepada kemerdekaan sosial dan politik. Right lazimnya mengacu kepada garansi-garansi kemerdekaan secara legal spesifik.

Terlepas dari pengertian dan uraian di atas, dalam anggapan dan pandangan umum, biasanya kemerdekaan diartikan sebagai ‘bebas dan lepasnya bangsa dari cengkeraman penjajah’ yang sejalan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan merdeka sebagai ‘bebas dari penghambaan, penjajahan dan lain-lain; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; atau leluasa’.

Berhubung ini dikaitkan dengan kebebasan sebagai individual maka artinya adalah individual yang secara pikiran, tubuh fisik dan jiwa bebas dari penghambaan, bebas dari keadaan yang terbelenggu oleh nilai-nilai yang menghambat kemajuan kehidupan sang individual, dapat merasakan kebebasan secara utuh, secara lahir dan batin, jasmani dan rohani, serta fisik dan mental, sehingga makna dan konsekuensi logis-positif dari kemerdekaan individual tersebut tercermin dalam realitas kehidupan sehari-hari. Bebas dan tetap stabil tatkala tagihan kartu kredit makin menumpuk dan menipiskan limit kredit yang bisa dimanfaatkan. Tetap damai dan berbahagia ketika office politic di kantor makin tidak fair dan membahayakan karir, dan lain –lain. Belum lagi belenggu yang berasal dari diri sendiri, seperti rasa minder, rasa dendam, rasa malu karena keterbatasan fisik , dan masih banyak lagi belenggu yang datang dari dalam individu sendiri yang dikenal dengan sebutan mental block.

Dari paparan arti kata kemerdekaan yang dikaitkan dengan kemerdekaan individu secara pikiran, tubuh fisik dan jiwa memang dapat dikatakan sulit bagi kita untuk benar-benar berada dalam keadaan yg merdeka apalagi hidup di tengah irama cepat khas gaya hidup kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dll. Tak heran jika tingkat stress  masyarakat yang tinggal di kota-kota besar meningkat, setahun belakangan puluhan kasus bunuh diri di tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan meningkat tajam, belum lagi kasus orang tua yang membunuh anak-anaknya sendiri sebelum akhirnya membunuh diri mereka sendiri dengan cara membakar diri, gantung diri ataupun memotong urat nadi. Astaga, sungguh kenyataan yang memprihatinkan. Lalu dimanakah kemerdekaan  itu?

Sebenarnya jawabannya tidak muluk-muluk, karena pada dasarnya kemerdekaan itu letaknya ada pada diri sendiri. Jika kita mampu memerdekakan hati maka pikiran positif akan mudah terkondisikan untuk kemudian diterapkan yang pada akhirnya secara otomatis juga akan memerdekakan fisik, membuat tubuh semakin ber-energi penuh vitalitas. Seperti apa yang dikatakan Budha tentang hubungan antara kemerdekaan pikiran dan jiwa dengan kesehatan fisik, “Every human being is the author of his own health of disease” . Lebih lanjut lagi, Budha pun memberikan tipsnya untuk memelihara kesehatan yaitu “The secret of health for both mind and body is not mourn for the past, nor to worry about the future, but to live present moment wisely and earnestly

Setelah kita makin paham betapa erat korelasi antara kemerdekaan hati dan pikiran dengan kesehatan fisik dan jiwa maka penting sekali untuk terus menjaganya supaya senantiasa bebas, lepas dari mental block  individual dan belenggu lingkungan. Caranya?

  1. Dengan menyadari bahwa tidak ada satu individu pun yang benar-benar beruntung karena tidak memiliki masalah dalam hidup mereka, kecuali individu tersebut mati atau tidak sadar karena gila.
  2. Bertanggung jawab untuk menerima kenyataan bahwa diri sendiri memiliki andil dalam setiap kesulitan dan kekurangan dalam hidup, bukan semata-mata kesalahan orang lain atau lingkungan sekitar. Tidak lagi melihat diri sebagai korban, tapi juga pelaku, korban dan pengamat.
  3. Memaafkan dan mengikhlaskan kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan oleh orang lain terhadap kita, juga memaafkan, mengiklhaskan untuk akhirnya menerima keterbatasan yang kita miliki sehingga mendorong kita untuk meng-eksplorasi kelebihan yang kita miliki ketimbang selalu berkutat pada kekurangan kita
  4. Mensyukuri semua nikmat yang telah kita terima, musibah yang tidak kita terima juga nikmat yang akan  kita terima tiba di masa mendatang.
  5. Menghargai dan mencintai diri sendiri yang diciptakan untuk memiliki peran bagi kehidupan, sekecil apapun itu.
  6. Selalu luangkan waktu guna berdiam diri untuk hening sebentar baik dengan cara meditasi, yoga, ataupun berdoa menurut agama dan kepercayaan yang diyakini oleh masing-masing individu.

Jadi, sudahkah kita merdeka?  Apakah cukup merdeka untuk  bisa menghargai kemerdekaan diri sendiri yang berbatasan dengan kemerdekaan individu-individu lain ?

Surabaya, July 12, 2010 | D. Rishita Dewi

About shitadewi

D.Rishita Dewi | @shitadewi Shita Dewi, panggilan akrab dari Dian Rishita Dewi, adalah seorang yang selalu jatuh cinta pada kehidupan yang ada di sekelilingnya, baginya semesta adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis untuk dicermati, dipahami, diselami dan dituliskan kembali,… Dengan menulis, Shita Dewi yang lahir di tanggal 11 Januari 1977 ini percaya bahwa menulis adalah bagian dari penyelarasan antara jiwa dengan raganya, antara hati dengan alam pikir dan imajinasinya, penyeimbang ditengah kegiatannya sebagai wanita karir yang mengabdi di salah satu perusahaan Astra Group, certified hypnotherapist dan trainer seminar-workshop hypnotheraphy dan part-timer coach Marketing, konselor Tarot serta sebagai seorang istri dari George Erlangga Siregar. Sejak kecil Shita Dewi memilih menulis sebagai sarana untuk mewujudkan impian masa kecilnya meskipun hanya dalam bentuk buku harian yang beberapa diantaranya sempat dimuat di majalah sekolah dalam bentuk cerita pendek, namun secara tak terduga justru impian masa lalu yang tertuang dalam bentuk cerita itu telah mewujud dalam kehidupan nyata yang kini dia alami. Tak heran jika, Shita Dewi ingin tetap menulis, dengan keyakinan bahwa menulis akan membawanya pada perwujudan dari impian-impiannya. Melihat, Berpikir, Inspirasi, Berbuat, Menjadi

Discussion

No comments yet.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

September 2010
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  

Pages

MindEvolution Theraphy

+6289678416066
Mon-Fri : 19.00-23.00
Saturday: 15.00-18.00

Statistik Blog

  • 22,366 hits

@shitadewi

shitadewi

shitadewi

D.Rishita Dewi | @shitadewi Shita Dewi, panggilan akrab dari Dian Rishita Dewi, adalah seorang yang selalu jatuh cinta pada kehidupan yang ada di sekelilingnya, baginya semesta adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis untuk dicermati, dipahami, diselami dan dituliskan kembali,… Dengan menulis, Shita Dewi yang lahir di tanggal 11 Januari 1977 ini percaya bahwa menulis adalah bagian dari penyelarasan antara jiwa dengan raganya, antara hati dengan alam pikir dan imajinasinya, penyeimbang ditengah kegiatannya sebagai wanita karir yang mengabdi di salah satu perusahaan Astra Group, certified hypnotherapist dan trainer seminar-workshop hypnotheraphy dan part-timer coach Marketing, konselor Tarot serta sebagai seorang istri dari George Erlangga Siregar. Sejak kecil Shita Dewi memilih menulis sebagai sarana untuk mewujudkan impian masa kecilnya meskipun hanya dalam bentuk buku harian yang beberapa diantaranya sempat dimuat di majalah sekolah dalam bentuk cerita pendek, namun secara tak terduga justru impian masa lalu yang tertuang dalam bentuk cerita itu telah mewujud dalam kehidupan nyata yang kini dia alami. Tak heran jika, Shita Dewi ingin tetap menulis, dengan keyakinan bahwa menulis akan membawanya pada perwujudan dari impian-impiannya. Melihat, Berpikir, Inspirasi, Berbuat, Menjadi

View Full Profile →

%d bloggers like this: