//
you're reading...
Enlightenment Corner

[Enlightenment]: Silence – 1

Gambar

 

Ternyata, butuh waktu panjang untuk sekedar memahami DIAM.

Waktu panjang?

Hanya sekedar memahami DIAM?

Ya,…

DIAM tak sesederhana seperti yang tampak di permukaan

Sama dengan pelangi yang disusun oleh spektrum cahaya, DIAM pun memiliki tingkatan, nuansa dan dimensi yang berlapis-lapis.

Meskipun tampak sama, DIAM yang penuh pengertian memiliki perbedaan dengan DIAM yang berasal dari rasa tidak perduli, berbeda juga dengan DIAM karena ketidaktahuan.

 

Tak hanya itu, DIAM yang tercipta oleh “diam”-nya mulut yang bebas dari lontaran kata yang tidak perlu pun, memiliki dimensi yang berbeda dengan  “diam” yang tercipta dari batin damai dari angkara murka.

Nah, mengerti kan maksud saya?

Siapa bilang Diam itu mudah?

DIAM tak sesederhana seperti tampaknya,..

Untuk memahami diam maka langkah awal yang harus dilakukan ya dengan DIAM. Mendiamkan diri dari keramaian, mendiamkan panca indra kita, mendiamkan pikiran, mendiamkan keinginan, hingga mendiamkan perasaan.

Untuk memahami diam, seseorang harus memulai untuk membiarkan dirinya masuk dalam aliran proses pengamatan yang total, terutama pengamatan yang mengarah ke dalam diri.

Terpusat ke dalam dirinya. Bukan menjadikan lingkungan sekitar sebagai pusat pengamatan yang justru akan mendorong diri dari diam-nya pikiran dan masuk ke dalam tarikan kutub-kutub penilaian baik dan buruk.

Ketika diri sendiri jadi pusat pengamatan, maka apapun yang terlintas di pikiran, apa yang terasa, terlihat, terdengar tak luput dari pengamatan. Ibarat sedang melihat ke arah langit, mengamati langit berganti warna saat fajar dan senja tiba, mengamati arakan awan bergerak beriringan, mengamati hujan yang turun disertai kilat dan guntur. Mengamatinya tanpa lalu larut dalam perubahan fenomena alam yang sedang mewarnai langit seperti itulah bagaimana mengamati diri sendiri.

Masuknya diri dalam aliran pengamatan dilakukan dengan membiarkan segalanya terjadi dengan apa adanya, mendiamkan diri untuk tidak mudah bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi di luar diri. Memberi jeda kepada diri, hal yang mengingatkan saya pada ritual saat minum kopi tubruk yang kental dan manis. Untuk menyesap nikmatnya kopi tubruk, saya harus lebih sabar, menunggu mengendapnya bubuk kopi dalam larutan air kopi panas di dasar cangkir. Diam yang mengamati memberi waktu bagi diri untuk bertemu dengan kebeningan makna dibalik hiruk pikuk dunia, sama halnya dengan betapa kopi tubruk terasa lebih nikmat tanpa campuran residu kopi yang pahit yang ada di dasar cangkir.

Bagi yang terbiasa hidup di gerak cepat dan serba agresif, untuk memulai praktek diam yang mengamati tentunya jadi tantangan. Bayangkan, setelah lama terlatih untuk hidup dengan rpm yang tinggi, cepat, sigap, lalu  diminta untuk lebih tenang, diam mengamati. Wajar jika kaget di awal. Namun, selalu ada awal untuk memulai segala sesuatu kan?

Diam – Amati – Sadari – Pahami

 

Surabaya, 16 September 2013

About shitadewi

D.Rishita Dewi | @shitadewi Shita Dewi, panggilan akrab dari Dian Rishita Dewi, adalah seorang yang selalu jatuh cinta pada kehidupan yang ada di sekelilingnya, baginya semesta adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis untuk dicermati, dipahami, diselami dan dituliskan kembali,… Dengan menulis, Shita Dewi yang lahir di tanggal 11 Januari 1977 ini percaya bahwa menulis adalah bagian dari penyelarasan antara jiwa dengan raganya, antara hati dengan alam pikir dan imajinasinya, penyeimbang ditengah kegiatannya sebagai wanita karir yang mengabdi di salah satu perusahaan Astra Group, certified hypnotherapist dan trainer seminar-workshop hypnotheraphy dan part-timer coach Marketing, konselor Tarot serta sebagai seorang istri dari George Erlangga Siregar. Sejak kecil Shita Dewi memilih menulis sebagai sarana untuk mewujudkan impian masa kecilnya meskipun hanya dalam bentuk buku harian yang beberapa diantaranya sempat dimuat di majalah sekolah dalam bentuk cerita pendek, namun secara tak terduga justru impian masa lalu yang tertuang dalam bentuk cerita itu telah mewujud dalam kehidupan nyata yang kini dia alami. Tak heran jika, Shita Dewi ingin tetap menulis, dengan keyakinan bahwa menulis akan membawanya pada perwujudan dari impian-impiannya. Melihat, Berpikir, Inspirasi, Berbuat, Menjadi

Discussion

3 thoughts on “[Enlightenment]: Silence – 1

  1. Diam-tak sesederhana seperti apa yang terekam……salam kenal Mbak. Senang bisa berkunjung

    Posted by Aji Prarismawan | September 17, 2013, 1:25 am

Leave a Reply to Aji Prarismawan Cancel reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

September 2013
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

Pages

MindEvolution Theraphy

+6289678416066
Mon-Fri : 19.00-23.00
Saturday: 15.00-18.00

Statistik Blog

  • 22,368 hits

@shitadewi

shitadewi

shitadewi

D.Rishita Dewi | @shitadewi Shita Dewi, panggilan akrab dari Dian Rishita Dewi, adalah seorang yang selalu jatuh cinta pada kehidupan yang ada di sekelilingnya, baginya semesta adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis untuk dicermati, dipahami, diselami dan dituliskan kembali,… Dengan menulis, Shita Dewi yang lahir di tanggal 11 Januari 1977 ini percaya bahwa menulis adalah bagian dari penyelarasan antara jiwa dengan raganya, antara hati dengan alam pikir dan imajinasinya, penyeimbang ditengah kegiatannya sebagai wanita karir yang mengabdi di salah satu perusahaan Astra Group, certified hypnotherapist dan trainer seminar-workshop hypnotheraphy dan part-timer coach Marketing, konselor Tarot serta sebagai seorang istri dari George Erlangga Siregar. Sejak kecil Shita Dewi memilih menulis sebagai sarana untuk mewujudkan impian masa kecilnya meskipun hanya dalam bentuk buku harian yang beberapa diantaranya sempat dimuat di majalah sekolah dalam bentuk cerita pendek, namun secara tak terduga justru impian masa lalu yang tertuang dalam bentuk cerita itu telah mewujud dalam kehidupan nyata yang kini dia alami. Tak heran jika, Shita Dewi ingin tetap menulis, dengan keyakinan bahwa menulis akan membawanya pada perwujudan dari impian-impiannya. Melihat, Berpikir, Inspirasi, Berbuat, Menjadi

View Full Profile →

%d bloggers like this: